Senin, 26 Januari 2009

Dampak Lingkungan

Krisis dan Erosi Sumber Keanekaragaman Hayati

(Efendi, Bulletin PPI, Persatuan Pelajar Indonesia, Komisariat Miyagi, Sendai, Jepang, No.5 Februari 1998)



Pendahuluan

Dalam sistem saling-ketergantungan (interdependent system) yang kita sebut "bumi", setiap makhluk hidup berinteraksi dan tergantung kepada atmosfir, lautan, air bersih, batu dan tanah. Konservasi keanekargaman hayati (conservation of biodiversity) bukan hanya persoalan perlindungan terhadap sumber-sumber daya hayati dalam taman-taman nasional (nature reserves). Namun juga mencakup perjuangan yang terus menerus untuk melindungi sistem yang alamiah pada: siklus air, oksigen, dan karbondioksida; pemeliharaan kesuburan tanah; produksi sumber makanan dan obat-obatan; serta memelihara sumber daya genetik. Dalam sistem bumi, seluruh makhluk hidup saling pengaruh-mempengaruhi serta saling ketergantungan terhadap komponen-komponen hayati mapun bukan hayati, dimana kita juga merupakan suatu bagian yang utuh dari sistem tersebut. Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman dalam seluruh dunia makhluk hidup, yang mencakup gen, spesies, dan ekosistem.
Konsumsi yang berlebihan, pencemaran lingkungan, penebangan dan kebakaran hutan, cepatnya laju pertumbuhan penduduk, pola pemilikan tanah yang tidak adil, pola perkampungan dan perpindahan penduduk yang tidak merata, dan melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin semakin mengancam kehidupan bumi. Kecendrungan tersebut tidak dapat diatasi, kecuali sampai seluruh masyarakat dunia mengelola sumber-sumber kekayaan alam dunia sebagai sistem penyokong kehidupan (life-support system) untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang sebagai suatu sistem keadilan antar generasi (intergeneration equity).
Spesies kita, manusia memasuki abad idustri dengan populasi satu milyar, dengan keanekaragaman hayatinya yang sangat tinggi. Sumberdaya biologi merupakan bagian dari keragaman yang sangat potensial yang tersedia dengan bebas untuk mendukung pembangunan. Walaupun pada akhir abad ke-20, kita menyatakan bahwa sumberdaya hayati terbatas, namun sinisnya kita telah melampaui batas tersebut yang mengakibatkan berkurangnya sumberdaya hayati dan mengancam kesejahteraan manuasia. Padahal setiap tahun penduduk dunia makin bertambah dan iklimpun berubah secara lebih cepat. Ternyata aktifitas-aktifitas manusia secara progresif mengikis kemampuan bumi. Semetara pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan konsumsi yang tinggi menuntut penyediaan sumberdaya bumi yang lebih besar. Pada skala global, hal tersebut akan mengakibatkan dampak negatif terhadap produktifitas bumi untuk penyediaan sumberdaya alam dimasa mendatang. Sehingga, usaha-usaha konservasi keanekaragaman hayati sama sekali tidak dapat dipisahkan dari pembangunan sosial ekonomi.
Akibat peningkatan perubahan-perubahan lingkungan dewasa ini, maka pemeliharaan sumber keanekaragaman hayati menjadi sangat mendesak. Kita sadari bahwa keanekaragaman gen, spesies, dan ekosistem menyediakan bahan baku yang mendukung manusia tahan terhadap perubahan-perubahan, disamping itu juga akan mencegah kehilangan alternatif untuk merubah kondisi menjadi lebih baik. Daerah tropika memiliki bagian tersebesar proporsi keanekaragaman hayati dunia. Negara-negara industri juga tergantung kepada sumberdaya alam tropis, baik sebagai bahan baku industri, bahan pemuliaan, obat-obatan, daerah turis, maupun berbagai keuntungan-keuntungan yang nyata maupun yang tidak nyata. Namun dewasa ini ekploitasi (over-exploitation) daerah-daerah tropik oleh masyarakat industri telah menghasilkan keuntungan besar tanpa investasi yang sepadan untuk konservasi maupun untuk membayar dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Penipisan dan penghancuran sumber daya alam (resources deplition and destruction) makin meningkat akibat:
1. murahnya tenaga kerja;
2. harga bahan baku yang tidak mencerminkan nilai yang sesungguhnya (true value),
3. arah pembangunan yang tidak tepat; dan
4. pengontrolan harga dan tarif komoditas yang tidak seimbang.
Situasi demikian secara terus menerus memburuk dan menyebabkan krisis sumber daya alam bumi. Dengan demikian pihak-pihak pemerintah, badan-badan pembangunan (development agencies), dan masyarakat umum harus terus meningkatkan kesadaran dan perhatiannya untuk mencegah penipisan dan penghancuran keanekaragaman hayati serta memeliharanya untuk generasi mendatang melalui berbagai usaha konservasi.

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Konservasi keanekaragaman hayati merupakan usaha yang sangat komplek yang memerlukan kesungguhan dari setiap pihak untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati mencakup:
1. Bagaimana cara memobilisasi pengetahuan ilmiah, sehingga keanekaragaman hayati dapat dikonservasi dengan jalan terbaik. 2. Bagaimana dapat mengelola proses perubahan, sehingga keanekaragam hayati dapat memberikan sumbangan terbaik untuk pembangunan yang adil dan berkesinambungan
3. Masalah mana yang perlu didahulukan pemecahannya.
4. Bagaimana dapat mengkoordinasi inisiatif-inisiatif dalam konservasi keakeragaman hayati secara efektif.
5. Dari mana sumber biaya dapat diperoleh.
Keanekargaman hayati adalah total keseluruhan gen, spesies dan ekosistem dalam suatu daerah. Kekayaan kehidupan bumi yang ada sekarang ini merupakan hasil proses evolusi berjuta-juta tahun. Maka sinis sekali kalau manusia menghancurkannya dalam beberapa tahun saja. Melewati masa evolusi, kebudayaan manusia telah berkembang dan telah menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat dengan menemukan, menggunakan dan merubah keanekaragaman hayati di sekitarnya. Banyak areal-areal yang sekarang nampak alamiah (natural) sebenarnya merupakan hasil dari ribuan tahun kebudayaan manuasia, budidaya tanaman serta pemungutan hasil alam. Pemeliharaan dan pemuliaan varietas lokal juga lebih jauh telah membentuk keanekaragaman hayati. Pada dasarnya keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan kedalam tiga katagori:
1. Keanekargaman gen (genetic diversity)
2. Keanekaragaman spesies (spesies diversity)
3. Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity)
Keanekaragaman gen menunjukkan kepada variasi gen dalam suatu spesies, yaitu perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam suatu spesies yang sama, misalnya keragaman gen yang terdapat pada ratusan varietas tradisional padi India. Keanekaragaman spesies menunjukkan kepada keragaman spesies dalam suatu daerah. Keragaman seperti ini dapat diukur dengan banyak cara, seperti jumlah spesies pada suatu daerah. Keanekaragaman ekosistem meliputi total keseluruhan keanekaragaman spesies maupun keanekaragaman gen yang terdapat pada daerah yang tergabung dalam suatu ekosistem tertentu.
Pengelolaan keanekaragaman hayati tidak cukup hanya mempertimbangkan keanekaragaman gen, spesies maupun ekosistem, namun untuk membuat suatu manajemen khusus dan kebijaksanaan tertentu, maka bentuk dan fungsinya pada keanekaragaman kebudayaan suatu masyarakat sangat penting untuk dilibatkan. Kenaekaragaman kebudayaan dicerminkan oleh bahasa, agama, kepercayaan, seni, musik, praktek pengelolaan tanah, seleksi tanaman, diet, struktur sosial dan beberapa attribut sosial masyarakat.

Kekayaan Sumber Daya Hayati Bumi

Sangat mengejutkan bahwa para ahli lebih memahami berapa jumlah bintang-bintang yang ada dalam sistem galaksi daripada jumlah spesies yang menghuni bumi. Suatu perkiraan global, keanekaragaman spesies bervarisasi dari 2 juta sampai 100 juta spesies. Perkiraan yang paling tepat, spesies bumi dapat mencapai sekitar 10 juta, namun hanya 1.4 juta yang telah diberi nama atau dideskripsikan.
Sejak tahun 1980, para ahli telah menemukan secara besar-besaran keanekaragaman serangga di daerah hutan tropis. Di Panama, suatu studi hanya pada 19 pohon ditemukan 80% spesies beetle baru dari 1200 spesies, yang sebelumnya belum pernah diketahui para ahli. Paling kurang 6 sampai 9 juta spesies arthropoda menghuni daerah tropis. Satu meter persegi daerah hutan temperate dapat mengandung 200.000 mite dan10.000 inveterbrata. Dalam ukuran plot yang sama pada padang rumput tropis dapat mengandung 32 juta nematoda, dan satu gram tanah yang sama dapat mengandung 90 juta bakteri dan mikroorganisme lainnya. Para ahli yakin bahwa di dasar laut-dalam mengandung berjuta-juta spesies yang belum dikenal. Dalam 20 tahun terakhir, didaerah vent (daerah air panas dasar laut) telah ditemukan 20 famili atau subfamili, 50 genera, dan 100 spesies baru.
Keanekaragaman spesies menunjukkan kepada keragaman makhluk hidup yang menghuni bumi. Para ahli biologi mengklasifikasikan kehidupan bumi kedalam suatu hirarki yang telah diterima secara luas, yang mencerminkan hubungan evolusi antara organisme. Katagori utama atau taxa dari makhluk hidup adalah: spesies, genus, family, order, class, phylum, kingdom. Suatu daftar informal dari spesies yang telah dikenal disajikan sebagai berikut: Insecta: 751.000; Plantae: 248,428; Non-insect arthopoda: 123.15; Molusca: 50.000; Fungi: 46.983; Protozoa: 30.800; Algae: 26.900; Pisces: 19.056; Platyhelminthes: 12.200; Nematoda: 12.000; Annelida: 12.000; Aves: 9.040; Coelenterata: 9.000; Reptilia: 6.300; Echinodermata: 6.100; Porifera: 5.000; Monera: 4.760; Amphibia: 4.184; Mammalia: 4.000 (Museum of Paleontology of the University of California).

Erosi Genetik Akibat Pertanian Modern

Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan dunia sekarang sedang menghadapi kehilangan sumber daya genetika tumbuhan besar-besaran dan terjadi erosi keanekaan hayati secara cepat. Akibat semua itu akan mengancam keamanan pertanian dan pangan. Disebutkan bahwa tersebarnya pertanian modern dan komersial, introduksi tanaman pangan jenis baru menjadi penyebab utama hilangnya keanekaan genetik. Di Cina, jumlah varitas gandum yang ditanam menurun drastis menjadi hanya sekitar 1.000 varietas (hilang 90%) pada tahun 1970-an dibandingkan tahun 1949 yang mencapai hampir 10.000 varietas. Di Amerika Serikat, 95 persen berbagai varietas kubis, 91 persen varietas jagung, 94 persen varietas kacang polong, dan 81 persen varietas tomat menghilang. Keanekaan kehidupan di bumi sangat perlu untuk keberlanjutan kehidupan manusia. Konservasi dan pemanfaatan sumber daya genetika tanaman sesuatu yang vital untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian.
Degradasi dan kerusakan hutan lebat maupun hanya semak-semak, penggembalaan ternak yang berlebihan (overgrazing), eksploitasi, peperangan, juga disinggung sebagai faktor lain terjadinya erosi genetik di banyak kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Banyak tanaman pangan yang menjadi sumber makanan utama seperti sorgum, jenis padi-padian, dan kentang bagi jutaan umat manusia yang miskin, tidak mendapatkan cukup perhatian atau investasi pada penelitian untuk konservasi dan pengembangannya.

Bahaya Tumbuhan Transgenik

Penelitian di lapangan menunjukkan gen yang dimasukkan dalam tanaman budidaya melalui teknik rekayasa DNA bisa dengan mudah berpindah pada jenisnya yang dekat. Penelitian di Denmark menunjukkan gen tanaman budidaya hasil rekayasa bukan saja bisa pindah pada tumbuhan liar sejenis tetapi juga berpindah dengan cepat sekali. Ada bukti bahwa gen yang dimasukkan dalam tanaman budidaya sudah tersebar pada jenis liarnya. Gen tahan herbisida glufosinate telah diintroduksi kedalam lobak. Lobak rekayasa itu ditanam bersebelahan dengan Brassica campestris, gulma masih berhubungan dekat. Benih hasil persilangan turunan keduanya ternyata tahan terhadap herbisida itu.
Para pencinta lingkungan mendesak agar ditetapkan moratorium (penghentian) bahan makanan yang berasal dari hasil usaha rekayasa genetika sampai semua negara menandatangani Protokol Keamanan Hayati. Ada ketidaktentuan dampak penggunaan atau mengkonsumsi organisme hasil rekayasa genetika untuk jangka panjang pada kesehatan dan lingkungan. Diperkirakan kurang lebih 2% panenan kedelai AS dan 4% panenan kedelai Argentina adalah kedelai Mosanto hasil rekayasa genetika. Indonesia termasuk negara yang banyak mengimpor kedelai dari Amerika Serikat. Tetapi tidak diketahui apakah kedelai yang diimpor ke Indonesia juga termasuk kedelai dari hasil rekayasa genetika, karena kedelai impor itu tidak diberi label. Ketika organisme ini dilepaskan ke alam, organisme itu akan memperbanyak diri, dan Anda tidak bisa menyingkirkannya. Dan jika ada persoalan kesehatan akan sulit melacak asalnya karena demikian banyaknya gen yang berubah.

References:

  1. Hinchee, M.A.W., D.V. Connor-Ward, C.A. Newell, R.E. McDonnell, S.J. Sato, C.S. Gasser, D.A. Fischhoff, D.B. Re, R.T. Fraley, and R.B. Horsch. 1988. Production of transgenic soybean plants using Agrobacterium-mediated gene transfer. Bio/Technol. 6:915-922.
  2. Steve, P. 1990. Bioteknologi, Suatu Revolusi Industri Yang Baru (alih bahasa Maggy Thenawidjaya). IPB, Bogor.
  3. Stewart, C.N., Jr., M.J. Adang, J.N. All, H.R. Boerma, G. Cardineau, D. Tucker, and W.A. Parrott. 1996. Genetic transformation, recovery, and characterization of fertile soybean (Glycine max L.) Merrill) transgenic for a synthetic Bacillus thuringiensis CRYIA(c) gene. Plant Physiol. 112:121-129.
  4. Wetter, L.R. and F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB, Bandung.

Tidak ada komentar: